Sabtu, 19 April 2025

Bokong Yang Kusuka Part 9

 

9. Yakin atau Tidak

Pagi hari yang cerah untuk jiwa yang mengambang seperti yang dialami Yusuf. Yusuf memarkirkan mobilnya di sebuah minimarket yang tidak jauh dari kantornya. Dengan senyum riang membeli roti isi srikaya kesukaan Mario. Di dalam pikirannya, Mario akan tersenyum saat mendapati ada roti isi srikaya di atas meja Mario. Langsung saja Yusuf membeli lima, karena Yusuf teringat saat dibogor, waktu itu Mario bisa menghabiskan dua sekaligus. Betapa bahagianya hati Yusuf membelikan makanan favorit dari laki-laki yang mulai mengganggu pikirannya, bukan lagi bokong, tapi kali ini adalah sosok seorang Mario. Setelah membayar belanjaanya, Yusuf bergegas menuju kantor, ia tidak mau keduluan Mario.

Setibanya di kantor. Yusuf segera masuk ke ruangannya. Meletakkan lima roti sekaligus di atas meja Mario dan bersiap-siap menunggu Mario datang. Yusuf sudah berkhayal ekspresi wajah Mario saat datang, di dalam khayalan Yusuf, Mario pasti akan terkejut dan tersentuh hatinya.

Tak lama kemudian Mario datang, masuk tanpa mengucapkan sapa dan salam seperti biasa yang ia lakukan. Mario bahkan tak melirik Yusuf yang ada di meja kerjanya.

"Selamat pagi" sapa Yusuf namun Mario seperti tidak mendengar. Yusuf berusaha untuk tetap tersenyum atas keacuhan Mario.

"Dari siapa nih?" tanya Mario melihat ada roti di atas mejanya.

Yusuf ingin menjawab, namun entah kenapa hatinya malu untuk mengakui jika itu darinya, terpaksa Yusuf harus berkata bohong,"nggak tau, ada disitu dari tadi, kirain lu udah dateng."

"Sayang banget" seru Mario, "gua udah dibeliin Diko banyak lagi" sambung Mario mengeluarkan kantong minimarket dari dalam tas laptopnya.

Ingin rasanya Yusuf bertanya siapa Diko, tapi Yusuf merasa tidak punya hak. Jadi Yusuf menahan rasa ingin tahunya.

"Buang aja, kalo nggak kasih orang" ketus Yusuf.

Mario menuju ke depan pintu, ia memanggil seseorang dan menyuruh orang itu masuk. Ternyata yang dipanggil adalah OB yang sering membersihkan ruangan Mario dan Yusuf. Ob itu bernama Dede.

"Ini buat Mang Dede, bagi-bagi sama temen cleaning service yang lain, saya mah satu aja cukup, kebanyakan ini" ujar Mario memasukkan roti ke dalam kantong miliknya kemudian menyerahkan kepada OB yang bernama Mang Dede.

"Hatur nuhun boss Mario" ujar Dede memgambil kantong pemberian Mario di depan mata Yusuf.

Yusuf menarik nafas. Sia-sia sudah pemberiannya, ia yang sengaja memebelikan roti itu untuk Mario malah diberikan lagi kepada orang lain. Sepeninggalnya OB, Yusuf langsung mematikan komputernya, lalu mengambil tas laptop yang ia bawa, kemudian melangkah meninggalkan Mario.

"Mau kemana lu?" tanya Mario membuat Yusuf menghentikan langkahnya.

"Mau ngebakar pabrik yang bikin roti isi srikaya biar nggak ada yang jual lagi" jawab Yusuf ketus dan tetap pergi meninggalkan Mario yang cuek bebek.

Yusuf kesal, kecewa, ingin marah, melampiaskan, tapi Yusuf hanyalah sendiri disini, ingin Yusuf tunjukkan pada siapa saja yang ada bahwa hati Yusuf kecewa.

"Mau kemana lerr?" teriak Yogi yang melihat Yusuf menunggu lift. Yogi berlari menghampiri Yusuf.

"Pulang" ketus Yusuf.

"Ngapain?" tanya Yogi.

"Kan udah achieve target, masuk juga cuma formalitas" jawab Yusuf.

"Ya maksud gua, lu di apart mau ngapain?" tanya Yogi lagi.

"Nangis kali, meratapi nasib" jawab Yusuf asal membuat Yogi tertawa terbahak-bahak.

Yogi berusaha menghentikan tawanya. Tapi memang ini langka terjadi, seorang Yusuf yang sudah Yogi kenal bertahun-tahun bisa segalau ini.

"Ikut gua ke rooftop aja yuk, kita sebat aja dulu, cerita ama gua kenapa" ajak Yogi yang mengetahui sahabatnya sedang galau.

Bertepatan dengan anggukan Yusuf, pintu lift di sebelah lift yang Yusuf tunggu terbuka, lift itu mengarah ke atas. Yusuf dan Yogi segera masuk ke dalam lift dan menekan angka 25. Tak ada yang memulai obrolan diantara Yusuf dan Yogi hingga mereka tiba di atas gedung kantor mereka. Mereka menaiki satu anak tangga lagi hingga akhirnya sampai di rooftop. Angin pagi cukup kencang berhembus. Yogi dan Yusuf berjalan ke pinggir yang memiliki batas dari beton kokoh setinggi dada. Yusuf bersandar, menyalakan rokoknya dengan susah payah karena koreknya beberapa kali ditiup angin. Yogi ikut menyulut rokok memakai api dari rokok milik Yusuf.

"Lu kenapa?" tanya Yogi memulai obrolan sambil menghisap rokoknya.

"Gua nggak tau, rumit" jawab Yusuf ikut menghisap rokok yang ia pegang.

Yogi tertawa kecil, ia menggelengkan kepala lalu berkata "jadi ... Yusuf yang gua kenal ternyata nggak seberani yang keliatannya."

"Gua nggak bisa ngomong ke Mario, gua bingung, gua harus memulainya dari mana. Lu kan tau, gua selama ini nggak pernah pacaran, jadi gua nggak ngerti step by step orang ngajak pacaran itu kayak gimana" jelas Yusuf mengusap rambutnya sendiri yang tertiup angin.

"Makanya, ngewe mulu sih kerjaannya" ledek Yogi membuat Yusuf mendengus, "ya lu tinggal ungkapin perasaan lu, simpel banget kan."

"Simpel biji lu di mata" timpal Yusuf kembali menghisap rokoknya lalu mengebulkan asapnya keatas, "gua kesel hari ini, gua harus cari tau, Diko itu siapa, enak aja dia beliin sarapan buat Mario, ampe sarapan dari gua dikasih ke mang Dede, asem!" curhat Yusuf membuat Yogi kembali tertawa.

Yogi berusaha menghentikan tawanya yang puas seolah mengatai Yusuf yang ada di sampingnya, "sorry lerr, abisnya kocak. Jadi lu udah bawain makanan buat Mario, terus makanan yang lu beli, dikasih ke mang Dede, begitu?"

"Nggak usah diperjelas, gua lempar lu ke bawah!" ancam Yusuf tak serius.

"Haduuh, kasian amat sohib gua galau gara-gara cowok, kalo ampe Amanda, Bella, Dina, Shelly, banyak dah pokoknya, kalo ampe tau nih mereka, lu disyukurin lerr, karma sih" ledek Yogi kembali tertawa.

"Gua balik aja dah kalo lu ngajak gua kesini mau ngecengin gua doang" sungut Yusuf

"Iyee ... maaf, sensitif amat lu lerr kayak bulu ketek" ujar Yogi menghabiskan sisa rokoknya dan menyulutnya lagi, "jadi lu galau gara-gara cowok yang namanya Diko, nama panjangnya Dikorek, Dikobel atau ...."

"Dikontol kali!" potong Yusuf sangat fasih mengucapkan kata jorok itu agar hatinya puas sedikit mengumpat.

"Ya sulit lerr kalo udah punya pacar, jalan satu-satunya, lu tembak aja udah, lu ungkapin perasaan lu. Tapi gua kurang yakin kalo Mario bakal terima lu, tipe cowok Mario itu pasti yang chinese juga. Lu kan pribumi, muslim, walau keturunan arab tapi nggak ada arab-arabnya, titit doang arab" Yogi menepuk pundak Yusuf berusaha menenangkan.

"Gua bunuh beneran lu lerr, gua lempar ke bawah!" ancam Yusuf, "kasih saran nggak ada benernya."

"Gua kan ambil paitnya aja, siapa tau ... lu emang bukan tipenya Mario. Gay juga punya tipe cowok kali, emang lu pikir cowok hetero doang yang ada tipe cewek" timpal Yogi.

Yusuf diam sejenak, ia mulai berpikir mungkin ucapan Yogi ada benarnya, "terus gua harus gimana dong, gua nggak nyangka jatuh cinta serumit ini" ujar Yusuf kembali berbicara.

"Makanya, dulu aja kalo ada yang galau karena pacar, selalu lu katain bloon. Ngerasa kan lu sekarang, gimana kalo udah sayang sama orang" timpal Yogi membuat Yusuf menyadari kekeliruannya.

"Kenapa harus Mario sih" keluh Yusuf menghempaskan puntung rokok yang sudah habis karena angin.

"Ya kalo ke gua, gua tolak" timpal Yogi ingin tertawa namun ia tahan, "kalo menurut gua nih ler, lu harus pilih salah satu, antara Mario atau cewek cewek yang masih lu temuin, dan yakinin lagi hati lu, lu beneran jatuh cinta, atau karena lu mulai terbiasa ngapa-ngapain sama dia."

"Ya udahlah, ke bawah yuk!" ajak Yusuf.

"Lu duluan aja lerr, gua masih mau disini" ujar Yogi.

Yusuf mengangguk, ia melangkah, kembali berjalan menuruni tangga darurat, lalu menuju ke lift dan menekan tombol dimana letak ruangannya berada. Lift turun sangat cepat tanpa hambatan. Tak butuh waktu lama pintu lift terbuka. Yusuf melangkah menuju ruangannya, ia mendapati Mario tertidur di kursi, Mario tertidur dengan merebahkan sebelah pipi di meja. Yusuf menghampiri Mario. Biasanya Yusuf akan memukul meja Mario untuk membuat Mario kaget dan memaki kejahilan Yusuf. Tapi hari ini, Yusuf membiarkan Mario tertidur pulas. Tangan yusuf bergerak membelai beberapa helai poni yang menutupi kening Mario. Entah ada angin apa, Yusuf mengecup kening Mario.

Perlahan bibir Yusuf mulai mengatakan perasaannya, "aku cinta sama kamu Yo."

Yusuf keluar ruangan, ia memutuskan untuk pulang karena besok adalah keberangkatan Yusuf dan Mario ke belitung, sesuai dengan destinasi yang dijadikan rewards tambahan selain bonus yang akan mereka terima saat gajian bulan ini. Mereka diberi pilihan antara Belitung atau Bali. Mereka sudah serempak memilih Belitung karena bagi nereka, Bali sudah terlalu mainstream.

"Mas, mau kemana?" panggil Dina yang bertemu dengan Yusuf di koridor kantor.

"Mau pulang" jawab Yusuf singkat.

"Sebelum pulang, bisa kali tangga darurat" goda Dina menyunggingkan senyum.

"Nggak bisa Din, mas buru-buru, besok mau berangkat ke belitung" tolak Yusuf meninggalkan Dina.

* * *

Yusuf sudah tiba di apartementnya. Berkemas untuk keberangkatannya besok. Yusuf membuat list apa saja yang harus dibawanya, setiap barang yang sudah ia masukkan ke koper ia contreng di list yang ia buat. Semuanya beres bagi Yusuf, tinggal menunggu pagi, karena besok keberangkatan mereka pukul 6 pagi sesuai dengan tiket elektronik yang dikirim Bu Ketty. Yusuf merebahkan dirinya di kasur, tiba-tiba ada bunyi chat yang masuk. Yusuf tersenyum mendapatkan chat dari Mario yang telah ia ubah namanya.

MyRio (Mario) :

Besok jam 5 udah mesti di bandara, harus check in tiket.

Jangan lupa bawa obat alergi, lu kan bandel, udah tau makan seafood gatel, masih demen aja, gak ada tukang garuk disana dan gua nggak mau garukin lu.

Jangan lupa bawa sunblock, bukan karena takut item, tapi biar nggak kebakar.

Jangan lupa bawa tripod, biar nggak nyuruh gua megangin kayak waktu gathering di lombok.

Yusuf tersenyum bahagia, ketiga benda yang diingatkan Mario memang belum ada yang ia bawa. Yusuf mengetikkan Makasih sayang, I love you. Namun Yusuf menghapusnya dan merevisi chatnya menjadi Makasih Yo, see you tomorrow.

Dalam lamunan bahagianya, Yusuf bertekad akan mengungkapkan perasaannya terhadap Mario saat tiba di Belitung nanti.


0 komentar:

Posting Komentar